Dua Dosen Fakultas Teknik UNY Kibarkan Merah-Putih di TIRT 2020, Taiwan

Tidak ada keraguan di tengah pandemic COVID-19 beberapa pendekatan ide teknologi telah dilakukan. Di sisi lain, Industri 4.0 semakin santer terdengar. Pun dengan turunan dari produk itu berupa robotic, internet of things, dan AI (kecerdasan buatan). Rupaya ide ini pula diadopsi dalam tema Intelligent Mechanical Anti-Pandemic International Competition yang dikemas dalam ajang Top International Robotics Tournament (TIRT) 2020 di Taoyuan, Taiwan (21/11).  TIRT merupakan annual event yang dihadiri oleh  berberapa negara dan jenis lombanya bermacam-macam mulai robot AI, racing drone, hingga robot battle dari berbagai tingkat. Muslikhin dan Ahmad Awaluddin Baiti, dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika dan Informatika, Universitas Negeri Yogyakata perpartisipasi dalam event ini juga kolaborasi dengan Dwi Sudarno Putra, dosen Pendikan Teknik Otomotif, Universitas Negeri Padang mewakili tim Inonesia. Kebetulan mereka bertiga tengah menempuh studi S3 di Southern Taiwan University of Science and Technology, Taiwan.
Menariknya dari event ini semua komponen pendukung disediakan oleh panitia melalui vendor CageBot termasuk mikrokontroller dan sensor-sensornya. Namun demikian beberapa pengembangan dibolehkan misalnya jika hendak meng-custom dengan 3D printing atau sekadar menggunakan laser cutting/CNC. Sehingga dalam proses kompetisi ini, ide dan dasar programing menentukan.
Berkait dengan ide, sejak awal boleh dikataka tidak sengaja mengikuti TIRT2020 ini, tutur Muslikhin. Bermula dari tawaran Prof. Roger Li beliau membujuk bahwa riset yang saya geluti tentang deep learning (bagian dari AI) inline dengan tema TIRT2020. Namun saat itu ide belum terlintas sebab menggabungkan artificial intelligence (AI) dengan COVID-19 adalah ide yang bagus dan perlu pendekatan empiris. Hampir dua minggu akhirnya ide terlintas, yaitu tentang karantina.
Kami mempelajari beberapa sumber tentang proses karantina, dan pada satu kesimpulan bahwa karantina membawa efek psikis serta bosan terhadap menu makanan tertentu. Penggunaan aplikasi pesan online tidak memungkinkan karena pasien dilarang kontak dengan kurir. Tidak hanya itu penularan dari sesama pasien karantina dan paramedis sering diberitakan. Sedangkan, ide menggabungkan toko online, AI, robotic arm, dan Automatic Guided Vehicle (AGV) akan menjawab problem bosan terhadap menu makan saat karantina.  Sebagai gambaran jika sesorang dari Indonesia datang ke Taiwan, maka perlu karantina dua minggu, semala itu makanan bercita rasa lokal (Taiwan) dan tentunya hambar bagi kebanyakan kita. Vending machine atau offline shop bisa saya menyediakan mie instant, snack, atau produk-produk ASEAN.
Ide di atas membawa konsekuensi bahwa sistem yang dibangun cukup komprehensif, untuk itu beberapa tool kita perlukan. Tim mencoba menggunakan MATLAB, PHP 7, MySQLi, Phython, dan Arduino IDE dalam wujud QUAiBOT (Quarantine AI+Robot). Di sisi toko offline proses pengambilan barang belanjaan secara otomatis diambilkan oleh robotic arm dan diantar ke kamar pasien menggunakan AGV, tersaji dalam link berikut https://youtu.be/9tMquPes988.  
Benar saja, ide ini diapresiasi oleh dewan juri melalui proses interview dan demonstrasi di lokasi lomba. Pada acara penutupan merah-putih menduduki podium pertama. Sebelum disaring menjadi lima finalis, ada penghargaan video terfavorit melalui Facebook namun kami kalah, mungkin karena kami pasif di Facebook beberapa tahun belakangan, kata Awaluddin. Selain itu event TIRT2020 ini membuka wawasan bahwa hegemoni tentang Industry 4.0 seyogyanya dibarengi dengan edukasi dan penghargaan ide-ide. Kami sangat terharu karena mampu mengibarkan dwi-warna lebih tinggi dari bendera lain sekaligus menjadi kado Hari Guru Nasional (25/11), ucap Dwi dengan bangga. (Muslikhin)